Malam
itu,aku memasuki rumah dengan perlahan lahan. Kuperhatikan satpam rumahku
terlelap ditempatnya. “hahhh,amaan,”pikirku dalam hati. Tetapi baru selangkah
memasuki ruang tamu,teriakan mama sudah terdengar ditelingaku. “Niaaaaaaaa…!
Jam sepuluh kamu baru pulang. Kemana aja kamu?” teriak mamaku. “mmmm,anu.. Aku
habis kerja kelompok dirumah temen ma,” jawabku berbohong. “Kamu ini..! Udah
pinter bohong sekarang ya.. Nih apaan!?” kata mama sambil mengangkat kantung
plastik belanjaanku. “Duh! Bego banget. Kenapa gak sadar ya aku megang kantung
belanjaan nih”ujarku dalam hati. “Niaaaa.. Kamu ini udah pulangnya malem,terus
udah berani bohong sama mama. Tiru tuh kakakmu, Rosa. Gak pernah bohong. Terus
malam malam gak keluyuran kayak kamu. Malam malam dia belajar pelajaran buat
besok pagi.” Kata mamaku panjang lebar. Huh! Lagi lagi kak Rosa. Selalu kak
Rosa. Kak Rosa adalah kakakku satu satunya. Kak Rosa memang beda denganku. Kak
Rossa pendiam dan pintar. Sedangkan aku cerewet dan gak ada pinter pinternya.
Kadang aku berfikir aku bukanlah anak kandung mamaku yang seorang single
parent.
“Sekarang kamu masuk ke kamar. Mulai besok, pulang sekolah harus langsung
pulang. Gak boleh keluyuran kemana mana lagi!” kata mama untuk sekian kalinya.
Beliau sepertinya sangat marah denganku. Aku memasuki kamarku dengan langkah
gontai. Akh..! Coba aja aku anak tunggal dan gak punya kakak seperti kak Rosa!
Keesokan harinya aku pergi ke sekolah dengan buru buru. Cepat cepat aku turun ke bawah dan duduk di meja sarapan bersama mamaku. Tak kulihat kak Rosa disana. “Ma,kak Rosa mana?”tanyaku ingin tahu. “Kak Rosa udah berangkat duluan. Mangkanya,biasain kamu bangun pagi pagi seperti kak Rosa,jadinya gak telat kayak gini”ujar mamaku yang lagi lagi membandingkan aku dengan kak Rosa. Tak kugubris perkataan mamaku karena saat ini yang kupikirkan adalah cepat cepat ke sekolah supaya gak telat nyampenya.
“Hh..hh.. Nyaris aja gue telat.” Kataku dengan napas tersengal sengal. “Woy, Nia my honey.. Telat mulu’ lo!” ujar Dista teman sebangkuku. “Udah deh,jangan bikin gue tambah kesel!” ujarku. “Kesel kenapa say?Gara gara kakak lo?”Tanya Dista. “Siapa lagi”, sahutku datar. Dista hanya geleng geleng kepala dan langsung mengeluarkan buku pelajaran Fisika karena pak Ahmad sudah ada didepan pintu. Pelajaran Fisika pun berlangsung dengan rasa kantuk mendengar ocehan dari pak Ahmad.
“Cepetan Nia. Entar obral baju didepan stasiun udah keburu abis..”, teriak Dista. Buset deh suara tuh anak kenceng banget sampe kedengeran dari kantor guru. “Iya, iya. Lagian salah Bu Mianya nih, ngehukum nyuruh gue nulis 2 lembar rumus mtk”, kataku ngedumel. Kulihat reaksi Dista hanya diam. “Woi,lo kerasukan ya? Bengong aja,jadi pergi gak?”, kataku. “mmmm,kayaknya gak bisa deh Nia,tuh kakak lo udah jemput di gerbang sekolah”ujar Dista. What?! My sister ngejemput gue? Tumben banget. Paling dia Cuma nyari muka didepan mama sok sok mau ngejemputku. Kuhampiri kak Rosa yang berada didalam mobil bersama sopir keluarga kami. “Ngapain kakak ngejemput aku?Aku gak minta dijemput!” ujarku dingin. “Kakak sekali sekali pengen jemput adik kakak yang manis ini”, kata kak Rosa. “Udah deh,kakak gak usah sok manis didepanku. Kakak Cuma nyari muka aja kan didepan mama dengan sok sok jemput aku!”, kataku dengan nada yang tidak enak didengar. “Nggak Nia,kakak sama sekali gak…” omongan kak Rosa langsung kupotong “udahlah! Aku gak butuh penjelasan kakak.” Kataku sambil berlari meninggalkan kak Rosa. Sekilas kulihat mata kak Rosa berkaca kaca. “Alah,paling cuma akting”, gumamku. Kini aku hanya berlari gak tau tujuanku mau kemana. Yang jelas ketempat yang lebih tenang.
Aku baru pulang kerumah setelah jam menunjukkan pukul 20.12 malam. Kubuka pintu rumahku, dan terlihatlah mama sudah berdiri didepan pintu bersama kak Rosa. Aku sudah pasrah bakal dimarahin mama habis habisan. “Niaaa..Lagi lagi kamu bikin onar. Terus ngapain lagi tadi siang pake acara bentak bentak kakakmu?”, kata mama penuh emosi. “Oh,jadi dia ngadu ngadu ke mama? Terus dia bilang apa lagi tentang aku?”,kataku tak kalah emosi. “Nia,kakak gak bilang ke mama tentang kejadian tadi siang”,kata kak Rosa dengan mata berkaca kaca. “Udah deh,kakak gak usah sok nangis nangis segala. Kakak tu jahat! Kakak slalu ngerebut perhatian mama dariku! Mending kakak gak udah ada didunia ini. Aku benci sama kakak!,” teriakku dengan air mata yang sudah membanjiri pipiku. Kemudian Plakk! Mama menampar pipiku. “Nia,bukan kak Rosa yang bilang ke mama.Tapi pak Salman yang bicara langsung dengan mama. Kamu gak pantas ngomong begitu! Dia itu kakak kandung kamu sendiri! Kamu memang beda dengan kakakmu!”, kata mamaku yang sama sekali gak ngerasa bersalah setelah menamparku. “Udah ma,ini bukan salah Nia,”ujar kak Rosa. “Ya,aku memang beda dengan kak Rosa. Kak Rosa seribu kali lipat lebih baik dibanding aku. Atau jangan jangan aku bukan anak kandung mama dan adik kandung kak Rosa. Dia selalu aja menyita perhatian mama. Di mata mama aku slalu salah. Aku benci dengan kalian semua!” ujarku sambil berlari meninggalkan mereka. Hatiku pedih dan remuk. Mengingat mama menamparku,mengingat kak Rosa penyebab semua ini.Aku terus berlari sampai aku menangkap sebuah cahaya didepanku dan aku terdorong ke depan menabrak pohon besar didepanku. Bruuuk! Suara tabrakan yang keras,belum sempat melihat siapa yang tertabrak,aku sudah tak sadarkan diri.
Mataku terasa berat sekali. Saat benar benar sadar aku sudah berada dirumah sakit dengan mama duduk sambil menangis disamping ranjang. “Ma,apa yang terjadi?” kataku pelan. “Kemarin ma…lam sa..at kejadian itu kakakmu me..ninggal tertab…rak mobil demi nye..lamatin ka..mu sayang,” kata mama sesegukan. Apa?! Kak Rosa meninggal? Itulah harapan yang kuinginkan sejak dulu. Hidup tanpa kehadiran kak Rosa. Entah harusnya aku senang atau sedih. Tapi jauh didalam hatiku aku merasakan pilu dan sedih yang luar biasa. Tanpa sadar aku menangis. Ya Allah, apakah aku begitu kejam membenci kakakku yang meninggal gara gara menyelamatkan aku? Apakah aku menyesal menyalahkan kakakku yang tak pernah menyalahkan aku? “Ma..mama bohong kan? kak Rosa gak meninggalkan kan?” kataku dengan air mata yang semakin deras. “Benar sayang.. Kak Rosa udah meninggal karena luka yang terlalu parah. Besok hari pemakamannya. Ini ada surat dari kak Rosa sebelum dia meninggal.” Ujar mama sembari memberikan sepucuk surat kepadaku. Kubaca perlahan lahan baris tiap baris surat itu.
Keesokan harinya aku pergi ke sekolah dengan buru buru. Cepat cepat aku turun ke bawah dan duduk di meja sarapan bersama mamaku. Tak kulihat kak Rosa disana. “Ma,kak Rosa mana?”tanyaku ingin tahu. “Kak Rosa udah berangkat duluan. Mangkanya,biasain kamu bangun pagi pagi seperti kak Rosa,jadinya gak telat kayak gini”ujar mamaku yang lagi lagi membandingkan aku dengan kak Rosa. Tak kugubris perkataan mamaku karena saat ini yang kupikirkan adalah cepat cepat ke sekolah supaya gak telat nyampenya.
“Hh..hh.. Nyaris aja gue telat.” Kataku dengan napas tersengal sengal. “Woy, Nia my honey.. Telat mulu’ lo!” ujar Dista teman sebangkuku. “Udah deh,jangan bikin gue tambah kesel!” ujarku. “Kesel kenapa say?Gara gara kakak lo?”Tanya Dista. “Siapa lagi”, sahutku datar. Dista hanya geleng geleng kepala dan langsung mengeluarkan buku pelajaran Fisika karena pak Ahmad sudah ada didepan pintu. Pelajaran Fisika pun berlangsung dengan rasa kantuk mendengar ocehan dari pak Ahmad.
“Cepetan Nia. Entar obral baju didepan stasiun udah keburu abis..”, teriak Dista. Buset deh suara tuh anak kenceng banget sampe kedengeran dari kantor guru. “Iya, iya. Lagian salah Bu Mianya nih, ngehukum nyuruh gue nulis 2 lembar rumus mtk”, kataku ngedumel. Kulihat reaksi Dista hanya diam. “Woi,lo kerasukan ya? Bengong aja,jadi pergi gak?”, kataku. “mmmm,kayaknya gak bisa deh Nia,tuh kakak lo udah jemput di gerbang sekolah”ujar Dista. What?! My sister ngejemput gue? Tumben banget. Paling dia Cuma nyari muka didepan mama sok sok mau ngejemputku. Kuhampiri kak Rosa yang berada didalam mobil bersama sopir keluarga kami. “Ngapain kakak ngejemput aku?Aku gak minta dijemput!” ujarku dingin. “Kakak sekali sekali pengen jemput adik kakak yang manis ini”, kata kak Rosa. “Udah deh,kakak gak usah sok manis didepanku. Kakak Cuma nyari muka aja kan didepan mama dengan sok sok jemput aku!”, kataku dengan nada yang tidak enak didengar. “Nggak Nia,kakak sama sekali gak…” omongan kak Rosa langsung kupotong “udahlah! Aku gak butuh penjelasan kakak.” Kataku sambil berlari meninggalkan kak Rosa. Sekilas kulihat mata kak Rosa berkaca kaca. “Alah,paling cuma akting”, gumamku. Kini aku hanya berlari gak tau tujuanku mau kemana. Yang jelas ketempat yang lebih tenang.
Aku baru pulang kerumah setelah jam menunjukkan pukul 20.12 malam. Kubuka pintu rumahku, dan terlihatlah mama sudah berdiri didepan pintu bersama kak Rosa. Aku sudah pasrah bakal dimarahin mama habis habisan. “Niaaa..Lagi lagi kamu bikin onar. Terus ngapain lagi tadi siang pake acara bentak bentak kakakmu?”, kata mama penuh emosi. “Oh,jadi dia ngadu ngadu ke mama? Terus dia bilang apa lagi tentang aku?”,kataku tak kalah emosi. “Nia,kakak gak bilang ke mama tentang kejadian tadi siang”,kata kak Rosa dengan mata berkaca kaca. “Udah deh,kakak gak usah sok nangis nangis segala. Kakak tu jahat! Kakak slalu ngerebut perhatian mama dariku! Mending kakak gak udah ada didunia ini. Aku benci sama kakak!,” teriakku dengan air mata yang sudah membanjiri pipiku. Kemudian Plakk! Mama menampar pipiku. “Nia,bukan kak Rosa yang bilang ke mama.Tapi pak Salman yang bicara langsung dengan mama. Kamu gak pantas ngomong begitu! Dia itu kakak kandung kamu sendiri! Kamu memang beda dengan kakakmu!”, kata mamaku yang sama sekali gak ngerasa bersalah setelah menamparku. “Udah ma,ini bukan salah Nia,”ujar kak Rosa. “Ya,aku memang beda dengan kak Rosa. Kak Rosa seribu kali lipat lebih baik dibanding aku. Atau jangan jangan aku bukan anak kandung mama dan adik kandung kak Rosa. Dia selalu aja menyita perhatian mama. Di mata mama aku slalu salah. Aku benci dengan kalian semua!” ujarku sambil berlari meninggalkan mereka. Hatiku pedih dan remuk. Mengingat mama menamparku,mengingat kak Rosa penyebab semua ini.Aku terus berlari sampai aku menangkap sebuah cahaya didepanku dan aku terdorong ke depan menabrak pohon besar didepanku. Bruuuk! Suara tabrakan yang keras,belum sempat melihat siapa yang tertabrak,aku sudah tak sadarkan diri.
Mataku terasa berat sekali. Saat benar benar sadar aku sudah berada dirumah sakit dengan mama duduk sambil menangis disamping ranjang. “Ma,apa yang terjadi?” kataku pelan. “Kemarin ma…lam sa..at kejadian itu kakakmu me..ninggal tertab…rak mobil demi nye..lamatin ka..mu sayang,” kata mama sesegukan. Apa?! Kak Rosa meninggal? Itulah harapan yang kuinginkan sejak dulu. Hidup tanpa kehadiran kak Rosa. Entah harusnya aku senang atau sedih. Tapi jauh didalam hatiku aku merasakan pilu dan sedih yang luar biasa. Tanpa sadar aku menangis. Ya Allah, apakah aku begitu kejam membenci kakakku yang meninggal gara gara menyelamatkan aku? Apakah aku menyesal menyalahkan kakakku yang tak pernah menyalahkan aku? “Ma..mama bohong kan? kak Rosa gak meninggalkan kan?” kataku dengan air mata yang semakin deras. “Benar sayang.. Kak Rosa udah meninggal karena luka yang terlalu parah. Besok hari pemakamannya. Ini ada surat dari kak Rosa sebelum dia meninggal.” Ujar mama sembari memberikan sepucuk surat kepadaku. Kubaca perlahan lahan baris tiap baris surat itu.
Dear Sania adik kakak yang kakak sayangi,
Nia,kakak tau kamu
marah sama kakak,kamu benci sama kakak. Kakak juga tau selama ini kamu sedih
slalu dibanding banding dengan kakak. Tapi kakak gak bermaksud begitu terhadap
kamu Nia. Kakak sangat sayang sama Nia dan maaf apabila kakak udah nyakitin
hati kamu. Kakak juga minta maaf krn gak bisa jadi kakak yang terbaik buat
kamu. Dan apabila ini surat terakhir kakak untukmu,tolong jangan pernah marah
dengan kakak lagi. Kakak ingin kamu slalu tersenyum. Dan jika kakak udah gak
ada lagi,tolong jaga mama baik baik dan jangan kecewain mama. Sesungguhnya mama
dan kakak sangat menyayangimu Nia.
Kak Rosa
Hatiku miris membaca surat terakhir dari kak Rosa. Kakak yang selama ini kubenci, kakak yang selama ini aku hiraukan ternyata sama sekali tak pernah benci terhadap sikapku. Kulihat tulisan tangan yang dibuat kak Rosa berantakan. Pasti saat itu dia sedang menahan sakit menulis surat ini. Kemudian aku menangis dipelukan mama.
Hatiku miris melihat kakakku dikubur didalam tanah. Tak bisa kutahan air mata yang sejak tadi membendung dikelopak mataku. Mama menangis sejadi jadinya. Aku sangat menyesal telah membenci kakakku satu satunya. Sekarang tinggal aku sendiri di tempat peristirahatan terakhir kakak. Kurogoh sakuku dan kukeluarkan sepucuk surat yang kutulis,
Dear kak Rosa yang kusayangi,
Kak, Nia mau minta maaf sama kakak. Harusnya Nia minta maaf dari dulu, tapi Nia baru sadar bahwa kakak adalah kakak yang Nia sayangi satu satunya. Kakak gak perlu minta maaf ke Nia karena kakak gak salah. Nialah yang salah sejak awal. Nia selalu benci dengan kakak, padahal kakak gak pernah benci sama Nia. Nia gak tau kalo kakak menanggung beban seberat ini gara gara Nia slalu bentak bentak kakak. Kakak adalah kakak yang terbaik bagi Nia. Kakak gak pernah marah waktu Nia marah marah sama kakak, Nia memang adik yang gak tau diri. Tapi Nia janji slalu ingat pesan kakak buat jagain mama. Semoga kakak mau maafin Nia dan kakak tenang disana..
Kak, Nia mau minta maaf sama kakak. Harusnya Nia minta maaf dari dulu, tapi Nia baru sadar bahwa kakak adalah kakak yang Nia sayangi satu satunya. Kakak gak perlu minta maaf ke Nia karena kakak gak salah. Nialah yang salah sejak awal. Nia selalu benci dengan kakak, padahal kakak gak pernah benci sama Nia. Nia gak tau kalo kakak menanggung beban seberat ini gara gara Nia slalu bentak bentak kakak. Kakak adalah kakak yang terbaik bagi Nia. Kakak gak pernah marah waktu Nia marah marah sama kakak, Nia memang adik yang gak tau diri. Tapi Nia janji slalu ingat pesan kakak buat jagain mama. Semoga kakak mau maafin Nia dan kakak tenang disana..
Nia
Kuletakan surat dariku untuk kak Rosa diatas tanah kuburan. Lalu kuhapus air mata yang membanjiri pipiku dan pergi meninggalkan pemakaman dengan hati yang begitu miris.